Sistem
Pemilihan Umum di Indonesia
PENGERTIAN SISTEM
PEMILIHAN UMUM
Pemilihan umum ialah suatu proses
pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu, seperti
presiden, wakil presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai
yang paling sederhana atau paling kecil yaitu kepala desa. Pada konteks yang
lebih luas, pemilihan umum juga dapat berarti proses mengisi jabatan –jabatan
tertentu. Pemilu merupkan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara
persuasif ( tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan
kemasyarakatan, komunikasi massa, dan lain-lain. Dalam Negara demokrasi
propaganda dan agitasi sangat dikecam, namun dalam kampanye PEMILU, teknik
agitasi dan propaganda banyak juga dipakai oleh oleh para kandidat sebagai
komunikator.
Biasanya para kandidat akan
melakukan kampanye sebelum pemungutan
suara dilakukan selama selang waktu yang telah dientukan. Dalam kampanye
tersebut para kandidat akan berusaha menarik perhatian masyarakat secara
persuasif, menyatakan visi dan misinya untuk memajukan dan memperjuangkan
kesejahteraan rakyat.
Dalam ilmu politik dikenal berbagai
macam system pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya
berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :
a)
Single member constituency ( satu daerah
pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut system distrik )
b)
Multy member constituency ( satu
daerah pemlihan memilih beberapa wakil ; biasanya dinamakan system perwakilan
berimbang atau system proporsional ).
Disamping
itu ada beberapa varian seperti block
vote ( BV), alternative vote (AV), system dua putaran atau two round
system(TRS), system pararel, limited vote( LV), single non- transferable
(SNTV),mixed member proportional (MMP), dan single transferable vote(STV). Tiga yang pertama lebih dekat dengan
system distrik, sedangkan yang lain lebih dekat dengan system proporsional atau
semi proporsional.
Dalam
system distrik, satu wilawah kecil (yaitu distrik pemilihan ) memilah salah
satu wakil tunggal atas dasar pluralitas ( suara terbanyak ). Dalam system
proporsional, satu wilawah besar ( yaitu daerah pemilihan )memilih beberapa
wakil (multi member constituency) perbedaan pokok antara dua system ini ialah
cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi
perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
System distrik merupakan system
pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap
kesatuan geograis ( yang biasa disebut “distrik” karena kecilnya daerah yang tercakup )
memperoleh satu kursi daalm parlemen. Untuk itu Negara dibagi dalam sejumlah
besar distrik pemilihan yang kira-kira sama jumlah penduduknya.
Dalam
system distrik, satu distrik menjadi bagian dari suatu wilawah, satu distrik hanya
berhak atas satu kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi
pemenang tunggal. Hal ini dinamakan the first past the post (FPTP). Pemenang
tunggal meraih satu kursi. Hal ini terjadi walaupun selisih suara sangat kecil,
suara yang tadinya mendukung kontestan lain diangggap hilang (wasted) dan tidak
dapat membantu partainya untuk menambah jumlah suara partai di distrik lain.
Dalam system proporsional, suatu wilayah dianggap sebagai suatu kesatuan dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi
sesuai kursi yang diperoleh oleh para
kontestan , secara nasional, tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Dalam system proporsional tidak ada
suara yang terbuang atau hilang seperti
yang terjadi dalam system distrik.
System distrik sering dipakai di
Negara yang mempunyai system dwi- partai, seperti inggris dan Negara bekas
jajahannya seperti India dan Malaysia serta Amerika. Sedangkan
system proporsional sering diselenggarakan dalam Negara dengan banyak (
multi)partai seperti Belgia, Swedia, Italia, Belanda dan Indonesia.
SISTEM
PEMILIHAN DI INDONESIA DAN KEEFEKTIFAN SISTEM PEMILU ITU SENDIRI
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2009
bangsa Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum, yaitu
1945,1971,1977,1982,1992,1997,1999,2004 dan 2009. Akan tetapi pemilihan pada
tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap istimewa karena ditengah
suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil Indonesia melakukan PEMILU , bahkan
dunia internasional memuji pemilu pada tahun tersebut. Pemilihan umum
berlangsung dengan terbuka, jujur dan fair, meski belum ada sarana komunikasi
secanggih pada saat ini ataupun jaringan kerja KPU.
Semua pemiliha umum tersebut tidak
diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam
lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum itu sendiri. Dari
pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem
pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
a.
Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)
Sebenarnya pemilu sudah direncanakan
sejak bulan oktobere 1945, tetapi baru dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin
Harahap pada tahun 1955. Sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional.
Pada waktu sistem itu, sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan
satu-satunya sistem pemilu yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin
negara.
Pemilihan umum dilakukan dalam
suasana khidmat, karena merupakan pemilihan pertama sejak awal kemerdekaan.
Pemilihan umum berlangsung secara demokratis, tidak ada pembatasan partai, dan
tidak ada usaha interversi dari pemerintah terhadap partai-partai sekalipun
kampanye berlangsung seru, terutama antara Masyumi dan PNI. Serta administrasi
teknis berjalan lancar dan jujur.
Pemilihan umum menghasilkan 27 partai dan satu partai perseorangan,
dengan jumlah total 257 kursi. Namun stabilitas politik yang diharapkan dari
pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerinth selama 2 tahun dan yang
terdiri atas koalisi tga besar ,namun ternyata tidak kompak dalam menghadapi
persoalan, terutama yang terkait dengan konsepsi presiden yang diumumkan pada
tanggal 21 Februari 1957.
b.
Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sesudah mencabut maklumat pemerintah
November 1945 tentang kebebasan mendirikan partai , presiden soekarno
mengurangi jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi,NU,PKI,
Partai Katolik, Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam,
kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi
terpimpintidak diadakan pemilihan umum.
c.
Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Sesudah runtuhnya rezim demokrasi
terpimpin yang semi otoriter ada harapan besar dikalangan masyarakat untuk
dapat mendirikansuatu sistem politik
yang demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan
umum . pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah
dikenal lama, tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia masih sangat baru.
Jika meninjau sistem pemilihan umum
di Indonesia dapat ditarik berbagai kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap
menggunakan sistem proporsional pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat
karena tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara nasional
dengan jumlah kursi dalam DPR. Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945 bahwa DPR
dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak
ada lagi fragmentasi karena yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai
saja. Usaha untuk mendirikan partai baru tidak bermanfaat dan tidak
diperbolehkan. Dengan demikian sejumlah kelemahan dari sistem proporsional
telah teratasi.
Namun beberapa kelemahan masih
melekat pada sistem politik ini. Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara
wakil pemerintah dan konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah
partai menjadi tiga telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih
menurut selera dan pendapat masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah
sipemilih benar-benar mencerminkan, kecenderungan, atau ada pertimbangan lain
yang menjadi pedomannya. Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga
gerakan golput telah menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde
dan hal itu patut dihargai.
d.
Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Seperti dibidang-bidang lain, reformasi
membawa beberapa perubahan fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali
untuk bergeraknya partai politik secara bebas, termasuk medirikan partai
baru. Kedua, pada pemilu 2004 untuk
pertama kalinya dalam sejarah indonesiadiadakan pemilihan presiden dan wakil
presiden dipilih melaluiMPR. Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk suatu
badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili kepentingan daerah
secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral
thresold “ , yaitu ketentuan
bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal 3% jumlah
kursi anggota badan legislatif pusat.
http://donitadn083.blogspot.com/2012/11/sistem-pemilihan-umum-pemilu-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar